content top



MEMAHAMI ESENSI ANGKA NOL ( O )





Bismillaahirrahmaanirrahiim

Dalam kaitannya dengan bilangan dengan makna yang lebih halus,ruhaniah,abstrak dan seringkali jika tidak terkendalikan menjadi metafora yang bisa mengaburkan arti kehidupan,bilangan 10 (sepuluh) mewakili suatu konsep dasar setelah materi dibesarkan atau dibagi secara terus menerus sampai ukurannya benar-benar tidak diketahui lagi, berapa besarnya dan berapa kecilnya.

Keduanya berujung pada ketidakterhinggaan yang tak terjangkau pikiran.Dalam kerangka pemahaman yang meliputi segala sesuatu inilah simbologi bentuk melingkar atau suatu Lingkaran pertama kali digunakan secara geometrik sebagai suatu konsep tentang yang tak terukur itu,tapi bisa nyata ketika sudah diturunkan menjadi yang terukur dengan sebutan NOL,tapi juga dimaksudkan bahwa Nol yang dimaksud secara lebih halus ini berarti “Berisi” tapi tidak terukur berapa besarnya maupun berapa kecilnya.

Jadi,sebutan NOL atau KOSONG pun akhirnya kemudian dinyatakan sebagai suatu simbol pengakuan bagi manusia bahwa apa yang dilihat sejatinya hanya suatu gambaran terbatas dari kehidupan sesuai dengan PRASANGKA DAN SUDUT PANDANGNYA.
Kenyataan ini kemudian disebutkan secara lebih terstruktur sebagai ungkapan yang bermakna tentang pengertian sesuatu misalnya ATOM atau Tuhan sebagai suatu Esensi yang tak terjangkau tapi terpikirkan dan terasakan oleh manusia yang mampu masuk kepemahaman non materialistik dengan sebutan generik Tuhan atau secara khusus menjadi nama Agung seperti Allah.

Lantas,segala yang dilihat pun sejatinya hanyalah manifestasi-manifetasi dari karakteristik dasar-Nya yang terungkapkan melalui pengetahuan yang dipahami manusia berupa nama,sifat dan af'al-Nya.Akan tetapi,Esensial-Nya semua gambaran yang terlihat maupun yang terimajinasikan oleh manusia yang tidak berpikir maupun berpikir disebutkan sebagai “Tidak ada Tuhan “alias semuanya “NOL”,SELAIN Allah sebagai Dia Yang Maha Satu atau Esa alias “1(satu)” alias “Anna (saya atau aku)” atau diungkapkan dalam kisah Nabi Musa di dalam Al Qur’an dengan seruan wahyu “Annallahu Rabbul ‘Aalamin”.

Dari pemahaman inilah tauhid lahir sebagai suatu keyakinan atas keberadaan yang Maha Mutlak dalam segala pemahaman manusia.Mutlak Benar dari Adanya Tuhan secara umum sebagai prasangka kemanusiaan kita sebagai masyarakat Bani Desimal alias Bani Adam dan prasangka pribadi sebagai individu yang ada dalam kenyataan yang serba terbatas (fana, semu,maya) dimana prosesnya mencakup pembangunan kesadaran tentang kehidupan itu sendiri yang terbagi dalam fase alam rahim,bayi,kanak-kanak, remaja,dewasa,menua dan kematian,hal inilah untuk memahami realitas kehidupan kita. Matematika sejatinya merupakan instrumen bagi manusia agar ketergantungannya kepada Tuhan semakin besar dengan cara mengelola dirinya dengan pemahaman yang mendekati kebenaran relatif. 

Jadi, kebenarannya dapat dibandingkan sebagai benar atas realitas yang terukur maupun tidak terukur yang sama benar dengan bertanggung jawab, berkeadilan dan seimbang sesuai dengan proporsinya, serta bermanfaat dan diakui kebenarannya oleh manusia lainnya.Diluar batasan yang aman ini maka manusia disebut pelanggar al-Mizan dan ia telah lepas diri dari buhul tali Tauhid yang sejati yaitu Shamadiyyah Dzat dan Ahadiyyah Dzat Tuhan yang ada pada dirinya sebagai makhluk berpikir dan berperasaan.Makhluk yang berlepas diri inilah yang kemudian disebutkan sebagai makhluk yang terjebak dalam Syirikus Kuntulbarisus karena meragukan Pertolongan Allah.Makhluk seperti ini dalam tafsir agama dengan bahasa Arab dikarakterisasikan sebagai Ablasa alias Iblis, yang memutuskan diri dari rahmat Tuhannya karena lalai dan sombong,pemarah dan pongah,tidak mau berempati dan bekerjasama,curang,licik, keji,dan enggan menggunakan semua anugerah yang ada padanya sebagai makhluk ciptaan yang disebut ''Inssana Fii Ahsaani Taqwiim''

Pengenalan matematika sebagai konsep dasar tauhid maupun sains sejak dini menjadi sangat penting bagi Bangsa Indonesia yang dasar-dasar ideologisnya adalah Tauhid.Mengabaikan matematika sama halnya dengan mengabaikan dasar-dasar agama maupun sains yang kokoh.Karena itu keduanya harus kembali disatukan dalam perspektif yang mengetahui segala sesuatu,awal dan akhir,lahir dan batin guna mampu menyiasati kehidupan dengan manfaat dan kualitas yang terbaik sebagai Bani Adam yang menjadi Khalifah Di Muka Bumi.

''Allah,tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia yang hidup kekal lagi terus menerus mengurus makhluk-Nya, tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi.tiada yang dapat memberi syafa'at di sisi Allah tanpa izin-Nya? Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka,dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Al-Kursi Allah meliputi langit dan bumi. dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya,dan Allah Maha Tinggi lagi Maha besar.'' [QS.Al-Baqarah : 255]

''Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia. yang hidup kekal lagi terus menerus mengurus makhluk-Nya.''[Qs.3:2]

''Dialah yang Awal dan yang akhir yang Zhahir dan yang Bathin dan Dia Maha mengetahui segala sesuatu''[Qs.57:3]

Akhir kata, menghadirkan kehidupan sehari-hari yang berkualitas dari segi lahir dan batin,awal dan akhir dengan naungan Bismillah al-Rahmaan al-Rahiim adalah Utusan Tuhan (Maksudnya: Kehidupan berkualitas terbaik adalah kehidupan yang merefleksikan aktualitas-aktualitas kalimat Basmalah sebagai Induk Kitab Kehidupan).




0 komentar:

Posting Komentar

"Silahkan berkomentar yang baik, dan lebih mendekati pada kebenaran"



Semua Manusia akan rusak,kecuali yang Berilmu... Orang yang berilmu pun akan rusak ,kecuali orang yang beramal... Orang yang beramal juga akan rusak ,kecuali orang yang Ikhlas (Imam Al-Ghozali)