Tawassul dalam bahasa Arabnya berasal dari kata wassalla atau wassillah yang artinya suatu usaha untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Adapun secara Syar’i, Tawassul artinya menjadikan sesuatu sebagai perantara dalam permohonan kepada Allah agar permohonan itu lebih dikabulkan.
Pendapat-pendapat ahli tafsir tentang maksud “wassillah” adalah sebagai berikut :
1. Tafsir Al-Khazin menyatakan : “Carilah pendekatan kepada-Nya, dengan mematuhi dan mengamalkan sesuatu yang diridhoi-Nya.”
2. Tafsir Ibnu Katsir menyatakan : maksud “wassillah” itu adalah sesuatu yang menjadi perantara untuk mendapatkan tujuan, dan merupakan perantara pula ilmu tentang derajat yang tinggi,yaitu derajat mulia Rasulullah SAW di surga.
Dari Ka'ab dari Alqamah, dari Abdurrahman bin Jubair, dari Abdullah bin Amr bin Al Ash, sungguh ia mendengar Nabi saw bersabda,"Jika kalian mendengar muadzin, maka ucapkan seperti ucapan mereka, lalu bershalawatlah padaku, maka sungguh barangsiapa yang bershalawat padaku sekali maka Allah melimpahkan shalawat padanya 10 kali, lalu mohonlah untukku wassillah (perantara), maka sungguh ia merupakan tempat di surga, tiada diberikan pada siapapun kecuali satu dari hamba Allah, dan aku berharap agar akulah yang menjadi orang itu, maka barangsiapa yang memohonkan untukku perantara, halal untuknya syafa'at."(HR.Muslim)
Dari Abu Hurairah ra : Sungguh Rasulullah SAW bersabda,"Jika kalian shalat maka mohonkan untukku wassillah, mereka bertanya : Wahai Rasulullah SAW apakah WASSILLAH itu?
Rasulullah SAW bersabda,"Derajat tertinggi di surga, tiada yang mendapatkannya kecuali satu orang, dan aku berharap akulah orang itu."(HR.Imam Ahmad)
3. Tafsir Fi Zhilalil Qur’an, menyatakan : “Menurut satu riwayat dari Ibnu Abbas, ibtaghu ilaihil wassillah berarti “ibtaghu ilaihil hajah”, artinya “carilah hajat kepada-Nya.”
Al-wassillah dalam ayat itu bermakna “al-hajat”.
4. Tafsir Al-Futuhatul Ilahiyah menyatakan : “Sesuatu yang mendekatkan kamu kepada-Nya, dengan mentaati-Nya.”
Imam Syeikh Syarbaini Al-Khatib dalam Tafsirnya Sirojul Munir, Imam Zamakhsari dalam tafsirnya Al-Kasysyaf, Qadhi Al-Baid-dhowi dalam tafsirnya Anwarut Tanzil Fakhrur Razi dalam tafsirnya Al-Kabir pada umumnya menyatakan bahwa maksud Wassillah adalah : “carilah jalan supaya kamu dapat taqorrub (mendekatkan diri) kepada Allah.”
1. Tafsir Al-Khazin menyatakan : “Carilah pendekatan kepada-Nya, dengan mematuhi dan mengamalkan sesuatu yang diridhoi-Nya.”
2. Tafsir Ibnu Katsir menyatakan : maksud “wassillah” itu adalah sesuatu yang menjadi perantara untuk mendapatkan tujuan, dan merupakan perantara pula ilmu tentang derajat yang tinggi,yaitu derajat mulia Rasulullah SAW di surga.
Dari Ka'ab dari Alqamah, dari Abdurrahman bin Jubair, dari Abdullah bin Amr bin Al Ash, sungguh ia mendengar Nabi saw bersabda,"Jika kalian mendengar muadzin, maka ucapkan seperti ucapan mereka, lalu bershalawatlah padaku, maka sungguh barangsiapa yang bershalawat padaku sekali maka Allah melimpahkan shalawat padanya 10 kali, lalu mohonlah untukku wassillah (perantara), maka sungguh ia merupakan tempat di surga, tiada diberikan pada siapapun kecuali satu dari hamba Allah, dan aku berharap agar akulah yang menjadi orang itu, maka barangsiapa yang memohonkan untukku perantara, halal untuknya syafa'at."(HR.Muslim)
Dari Abu Hurairah ra : Sungguh Rasulullah SAW bersabda,"Jika kalian shalat maka mohonkan untukku wassillah, mereka bertanya : Wahai Rasulullah SAW apakah WASSILLAH itu?
Rasulullah SAW bersabda,"Derajat tertinggi di surga, tiada yang mendapatkannya kecuali satu orang, dan aku berharap akulah orang itu."(HR.Imam Ahmad)
3. Tafsir Fi Zhilalil Qur’an, menyatakan : “Menurut satu riwayat dari Ibnu Abbas, ibtaghu ilaihil wassillah berarti “ibtaghu ilaihil hajah”, artinya “carilah hajat kepada-Nya.”
Al-wassillah dalam ayat itu bermakna “al-hajat”.
4. Tafsir Al-Futuhatul Ilahiyah menyatakan : “Sesuatu yang mendekatkan kamu kepada-Nya, dengan mentaati-Nya.”
Imam Syeikh Syarbaini Al-Khatib dalam Tafsirnya Sirojul Munir, Imam Zamakhsari dalam tafsirnya Al-Kasysyaf, Qadhi Al-Baid-dhowi dalam tafsirnya Anwarut Tanzil Fakhrur Razi dalam tafsirnya Al-Kabir pada umumnya menyatakan bahwa maksud Wassillah adalah : “carilah jalan supaya kamu dapat taqorrub (mendekatkan diri) kepada Allah.”
CARA UNTUK MENCARI JALAN DALAM MENDEKATKAN DIRI KEPADA ALLAH SWT :
A..DO'A
1.Berdo'a sendiri dengan wassillah ASMA'UL HUSNA
“Hanya milik Allah asma’ul husna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asma’ul husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-nama-Nya. Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan.”( QS. Al-A'raf : 180 )
Ayat itu mengandung perintah supaya kita berdo’a kepada Allah dengan wassillah nama-nama-Nya yang Agung atau Ismul A’dham. Dengan berwassilah kepada nama-nama-Nya yang Agung tersebut diharapkan permohonan kita cepat diperkenankan atau dikabulkan oleh Allah SWT.
“Bahwa Rasulullah SAW, mendengar seorang laki-laki berdoa : “Ya Allah, saya mohon kepada-Mu dengan mengakui bahwa Engkau adalah Allah, tiada Tuhan melainkan Engkau, Tuhan Yang Maha Esa, yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tidak beranak dan tidak pula diperanakkan, dan tiada seorangpun yang setara dengan Dia.”
Maka Rasulullah SAW bersabda : “Sesungguhnya engkau telah bermohon kepada Allah ‘Azza wa Jalla dengan namanya yang Agung.” (HR.Abu Dawud dan Ath-Tirmidzi)
2.Meminta di do'akan dengan wassillah orang lain (Nabi/Rasul atau orang Sholeh)
“Seorang laki-laki yang buta telah mendatangi Nabi SAW, seraya berkata : “Do’akanlah kepada Allah, supaya disembuhkan-Nya butaku ini.”
Laki-laki itu berkata pula : “Do’akanlah!”
Maka Beliau menyuruhnya supaya mengambil wudlu dengan sempurna (baik) dan berdo’a kepada Allah dengan mengucapkan : “Ya Allah, sesungguhnya saya mohon kepada-Mu dan menghadapkan diriku kepada-Mu dengan (perantara) Nabi Muhammad SAW yang memperoleh rahmat. Ya Muhammad, sesungguhnya saya menghadapkanmu kepada Tuhanku dalam hajatku ini, supaya diperkenankan-Nya. Ya Allah maka syafaatkanlah ia pada hajatku ini.” ( HR.Ath-Tirmidzi , An-Nasai, Al-Baihaqi dan Ath-Thabrani )
Selesai berdo’a sesuai dengan yang diperintahkan Nabi SAW, maka ia pun menjadi sehat dan dapat melihat kembali sebagaimana semula.
Hadits sahih dari Anas tentang Umar bin Khatab dan sahabat-sahabat berdo’a kepada Allah ketika shalat istisqa’ (minta hujan), dengan berwassillah kepada paman Nabi SAW, yaitu Abbas bin Abdul Muthalib
“Sesungguhnya Umar bin Khatab, apabila mereka (para sahabat) ditimpa kemarau, ia meminta turunkan hujan dengan wassillah Abbas bin Abdul Muthalib, seraya mengucapkan :
“Ya Allah, kami telah berwassillah kepada-Mu dengan Nabi kami SAW, lantas Engkau turunkan hujan kepada kami. Dan sesungguhnya sekarang ini kami berwassillah kepada-Mu dengan paman Nabi kami, maka turunkanlah hujan kepada kami.”
Anas berkata : “Maka hujan pun turun, menyirami mereka.” (HR.Bukhari dari Anas)
3.Bershalawat
Nabi SAW bersabda, “Semua do’a tertutupi (tidak bisa naik ke langit) sampai dibacakan shalawat untuk Nabi Muhammad shallahu ‘alaihi wa sallam.” ( HR. Ath-Thabrani )
4. Memilih waktu mustajab
-Waktu antara adzan dan iqamah.
“Do’a di antara adzan dan iqamah tidak ditolak, maka berdo’alah.” (HR. Ath-Tirmidzi )
-Di akhir shalat fardhu sebelum salam.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya, “Kapankah do’a seseorang itu paling didengar?” Beliau menjawab, “Tengah malam dan akhir shalat fardhu ( setelah tasyahud sebelum salam ).” (HR. Ath-Tirmidzi).
-Satu waktu di hari jum’at setelah ‘Ashar.
“Hari jum’at itu ada 12 jam. Di antaranya ada satu waktu yang jika seorang muslim memohon kebaikan kepada Allah pada waktu tersebut pasti Allah beri. Cari waktu itu di akhir hari setelah ashar.” (HR. Abu Dawud)
B.ILMU
“Barangsiapa melakukan suatu amal perbuatan tanpa ilmu pengetahuan tentang itu, maka apa yang dia rusak lebih banyak daripada apa yang dia perbaiki,sebab ilmu adalah pemimpin dan amal perbuatan adalah pengikutnya,ilmu itu mendahului Perkataan dan Perbuatan.”
Dalam kaitannya dengan ilmu,diharapkan tidak salah dalam memaknai tawassul,sebab opini yang berkembang dimasyarakat kebanyakan tawassul diartikan sebagai suatu permintaan sesuatu karomah kepada orang yang sudah mati atau pada patilasan tempat yang dianggap keramat .
C.AMAL PERBUATAN / IBADAH / IKHTIAR
"Hai orang-orang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan carilah jalan (Wassillah) yang mendekatkan diri kepada-Nya , dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan" (QS.Al-Maaidah: 35)
Ar-Roghib dalam Qamus Qur’annya Mufrodatul Qur’an menyatakan : “Hakekat wassillah kepada Allah itu ialah memelihara jalan-Nya(Taqwa) dengan ilmu dan ibadah.”
“Si Fulan berwassillah kepada Allah, artinya apabila dia melakukan amal perbuatan yang mendekatkan diri kepada-Nya.”
Abu Yusuf Musthafa Al-Hamami, seorang tokoh Ulama Al-Azhar, Kairo, dalam kitabnya “Ghautsul ‘Ibad”, menerangkan bahwa tentang dibenarkannya berwassillah itu, tidak perlu diragukan, karena diamalkan orang dari Timur ke Barat. Sebab menurut beliau, imam madzhab yang empat membenarkannya, tanpa ikhtilaf. Dan kita tidak dapat keluar dari salah satu pendapat yang empat itu. Seandainya, terdapat kemudharatan, tentu Imam yang empat tidak ijma' dalam masalah ini.
Allah SWT menjadikan para Nabi,Rasul,Waliyullah,dan orang-orang sholeh/mu'min menjadi perantara (wassillah) antara Allah SWT dengan hamba-Nya dalam memberi petunjuk kebenaran dan jalan keselamatan.
Allah SWT menjadikan para dokter, perantara antara Allah SWT dengan penderita sakit, untuk disembuhkan.
Allah SWT menjadikan tumbuhan,hewan, perantara antara Allah SWT dengan hamba-Nya untuk dapat hidup, untuk memperoleh kenyang dan tidak kelaparan.
Allah SWT menjadikan air, perantara antara Allah SWT dengan hamba-Nya, untuk memuaskan dahaga.
Allah SWT menjadikan pakaian, perantara antara Allah SWT dengan hamba-Nya, untuk menutupi tubuh/aurat, dll
Kalau tidak karena usaha / ikhtiar, tentu kita tidak memperoleh rezeki. Demikianlah seterusnya, semua yang ada ini dibina atas dasar perantara-perantara.
Jika kalangan yang melarang wassillah, berkata “kenapa orang tidak meminta langsung saja kepada Allah, tanpa wassillah?”......Allah menjadikan beberapa sebab untuk menyampaikan hajat hamba-Nya, dan memerintahkan supaya penyebab itu dilaksanakan. Maka berdo’a kepada Allah untuk sesuatu hajat, adalah satu faktor penyebab. Dan berwassillah kepada hamba-hamba-Nya yang shaleh dalam memohon hajat itu, adalah menjadi faktor penyebab yang kedua.
Maka orang yang bermohon kepada Allah tentang sesuatu hajat, dengan wassillah, berarti ia telah mengerjakan dua faktor penyebab, sedangkan orang yang bermohon kepada Allah secara langsung tidak berwassillah, berarti ia hanya mengerjakan satu faktor penyebab. Tentu saja orang yang mengajukan permohonan-Nya dengan dua faktor penyebab lebih utama dari orang yang bermohon dengan hanya melaksanakan satu faktor penyebab.
Oleh sebab itu, berwassillah lebih baik daripada tidak berwassillah, sebagaimana dilakukan juga oleh Rasulullah SAW dan sahabat-sahabatnya.
1.Tawassul adalah do'a,kemudian diwujudkan dalam perilaku/amal perbuatan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.
2.Tawassul adalah wujud dari habbluminannas dalam wadah cinta dan saling menghargai atas perjuangan sesamanya pada jalan Allah dengan berinteraksi dalam do'a.
3.Tawassul bukanlah suatu permintaan karomah dari orang yang sudah mati,tetapi mendoakannya karna perilakunya yang baik dan teguh pada agama Allah sewaktu hidupnya, sehingga diharapkan menjadi contoh bagi perilaku diri kita untuk mengikuti jejaknya.
Ayat itu mengandung perintah supaya kita berdo’a kepada Allah dengan wassillah nama-nama-Nya yang Agung atau Ismul A’dham. Dengan berwassilah kepada nama-nama-Nya yang Agung tersebut diharapkan permohonan kita cepat diperkenankan atau dikabulkan oleh Allah SWT.
“Bahwa Rasulullah SAW, mendengar seorang laki-laki berdoa : “Ya Allah, saya mohon kepada-Mu dengan mengakui bahwa Engkau adalah Allah, tiada Tuhan melainkan Engkau, Tuhan Yang Maha Esa, yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tidak beranak dan tidak pula diperanakkan, dan tiada seorangpun yang setara dengan Dia.”
Maka Rasulullah SAW bersabda : “Sesungguhnya engkau telah bermohon kepada Allah ‘Azza wa Jalla dengan namanya yang Agung.” (HR.Abu Dawud dan Ath-Tirmidzi)
2.Meminta di do'akan dengan wassillah orang lain (Nabi/Rasul atau orang Sholeh)
“Seorang laki-laki yang buta telah mendatangi Nabi SAW, seraya berkata : “Do’akanlah kepada Allah, supaya disembuhkan-Nya butaku ini.”
Laki-laki itu berkata pula : “Do’akanlah!”
Maka Beliau menyuruhnya supaya mengambil wudlu dengan sempurna (baik) dan berdo’a kepada Allah dengan mengucapkan : “Ya Allah, sesungguhnya saya mohon kepada-Mu dan menghadapkan diriku kepada-Mu dengan (perantara) Nabi Muhammad SAW yang memperoleh rahmat. Ya Muhammad, sesungguhnya saya menghadapkanmu kepada Tuhanku dalam hajatku ini, supaya diperkenankan-Nya. Ya Allah maka syafaatkanlah ia pada hajatku ini.” ( HR.Ath-Tirmidzi , An-Nasai, Al-Baihaqi dan Ath-Thabrani )
Selesai berdo’a sesuai dengan yang diperintahkan Nabi SAW, maka ia pun menjadi sehat dan dapat melihat kembali sebagaimana semula.
Hadits sahih dari Anas tentang Umar bin Khatab dan sahabat-sahabat berdo’a kepada Allah ketika shalat istisqa’ (minta hujan), dengan berwassillah kepada paman Nabi SAW, yaitu Abbas bin Abdul Muthalib
“Sesungguhnya Umar bin Khatab, apabila mereka (para sahabat) ditimpa kemarau, ia meminta turunkan hujan dengan wassillah Abbas bin Abdul Muthalib, seraya mengucapkan :
“Ya Allah, kami telah berwassillah kepada-Mu dengan Nabi kami SAW, lantas Engkau turunkan hujan kepada kami. Dan sesungguhnya sekarang ini kami berwassillah kepada-Mu dengan paman Nabi kami, maka turunkanlah hujan kepada kami.”
Anas berkata : “Maka hujan pun turun, menyirami mereka.” (HR.Bukhari dari Anas)
3.Bershalawat
Nabi SAW bersabda, “Semua do’a tertutupi (tidak bisa naik ke langit) sampai dibacakan shalawat untuk Nabi Muhammad shallahu ‘alaihi wa sallam.” ( HR. Ath-Thabrani )
4. Memilih waktu mustajab
-Waktu antara adzan dan iqamah.
“Do’a di antara adzan dan iqamah tidak ditolak, maka berdo’alah.” (HR. Ath-Tirmidzi )
-Di akhir shalat fardhu sebelum salam.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya, “Kapankah do’a seseorang itu paling didengar?” Beliau menjawab, “Tengah malam dan akhir shalat fardhu ( setelah tasyahud sebelum salam ).” (HR. Ath-Tirmidzi).
-Satu waktu di hari jum’at setelah ‘Ashar.
“Hari jum’at itu ada 12 jam. Di antaranya ada satu waktu yang jika seorang muslim memohon kebaikan kepada Allah pada waktu tersebut pasti Allah beri. Cari waktu itu di akhir hari setelah ashar.” (HR. Abu Dawud)
B.ILMU
“Barangsiapa melakukan suatu amal perbuatan tanpa ilmu pengetahuan tentang itu, maka apa yang dia rusak lebih banyak daripada apa yang dia perbaiki,sebab ilmu adalah pemimpin dan amal perbuatan adalah pengikutnya,ilmu itu mendahului Perkataan dan Perbuatan.”
Dalam kaitannya dengan ilmu,diharapkan tidak salah dalam memaknai tawassul,sebab opini yang berkembang dimasyarakat kebanyakan tawassul diartikan sebagai suatu permintaan sesuatu karomah kepada orang yang sudah mati atau pada patilasan tempat yang dianggap keramat .
C.AMAL PERBUATAN / IBADAH / IKHTIAR
"Hai orang-orang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan carilah jalan (Wassillah) yang mendekatkan diri kepada-Nya , dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan" (QS.Al-Maaidah: 35)
Ar-Roghib dalam Qamus Qur’annya Mufrodatul Qur’an menyatakan : “Hakekat wassillah kepada Allah itu ialah memelihara jalan-Nya(Taqwa) dengan ilmu dan ibadah.”
“Si Fulan berwassillah kepada Allah, artinya apabila dia melakukan amal perbuatan yang mendekatkan diri kepada-Nya.”
Abu Yusuf Musthafa Al-Hamami, seorang tokoh Ulama Al-Azhar, Kairo, dalam kitabnya “Ghautsul ‘Ibad”, menerangkan bahwa tentang dibenarkannya berwassillah itu, tidak perlu diragukan, karena diamalkan orang dari Timur ke Barat. Sebab menurut beliau, imam madzhab yang empat membenarkannya, tanpa ikhtilaf. Dan kita tidak dapat keluar dari salah satu pendapat yang empat itu. Seandainya, terdapat kemudharatan, tentu Imam yang empat tidak ijma' dalam masalah ini.
Allah SWT menjadikan para Nabi,Rasul,Waliyullah,dan orang-orang sholeh/mu'min menjadi perantara (wassillah) antara Allah SWT dengan hamba-Nya dalam memberi petunjuk kebenaran dan jalan keselamatan.
Allah SWT menjadikan para dokter, perantara antara Allah SWT dengan penderita sakit, untuk disembuhkan.
Allah SWT menjadikan tumbuhan,hewan, perantara antara Allah SWT dengan hamba-Nya untuk dapat hidup, untuk memperoleh kenyang dan tidak kelaparan.
Allah SWT menjadikan air, perantara antara Allah SWT dengan hamba-Nya, untuk memuaskan dahaga.
Allah SWT menjadikan pakaian, perantara antara Allah SWT dengan hamba-Nya, untuk menutupi tubuh/aurat, dll
Kalau tidak karena usaha / ikhtiar, tentu kita tidak memperoleh rezeki. Demikianlah seterusnya, semua yang ada ini dibina atas dasar perantara-perantara.
Bukannya Allah SWT tidak bisa membikin orang sakit menjadi sehat tanpa obat, bukannya Allah tidak bisa membuat orang kenyang tanpa makan, semuanya bisa, karena Allah itu Maha Kuasa atas segala-galanya. Tetapi Allah tidak melakukannya secara langsung. Dia buat wassillah atau perantaranya agar dalam kehidupan saling mengisi/melengkapi antara yang satu dengan yang lainnya,mau mencontoh perbuatan yang baik dari para orang sholeh agar manusia mau berpikir,berdoa serta berusaha/ikhtiar.
Jika kalangan yang melarang wassillah, berkata “kenapa orang tidak meminta langsung saja kepada Allah, tanpa wassillah?”......Allah menjadikan beberapa sebab untuk menyampaikan hajat hamba-Nya, dan memerintahkan supaya penyebab itu dilaksanakan. Maka berdo’a kepada Allah untuk sesuatu hajat, adalah satu faktor penyebab. Dan berwassillah kepada hamba-hamba-Nya yang shaleh dalam memohon hajat itu, adalah menjadi faktor penyebab yang kedua.
Maka orang yang bermohon kepada Allah tentang sesuatu hajat, dengan wassillah, berarti ia telah mengerjakan dua faktor penyebab, sedangkan orang yang bermohon kepada Allah secara langsung tidak berwassillah, berarti ia hanya mengerjakan satu faktor penyebab. Tentu saja orang yang mengajukan permohonan-Nya dengan dua faktor penyebab lebih utama dari orang yang bermohon dengan hanya melaksanakan satu faktor penyebab.
Oleh sebab itu, berwassillah lebih baik daripada tidak berwassillah, sebagaimana dilakukan juga oleh Rasulullah SAW dan sahabat-sahabatnya.
KESIMPULAN
1.Tawassul adalah do'a,kemudian diwujudkan dalam perilaku/amal perbuatan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.
2.Tawassul adalah wujud dari habbluminannas dalam wadah cinta dan saling menghargai atas perjuangan sesamanya pada jalan Allah dengan berinteraksi dalam do'a.
3.Tawassul bukanlah suatu permintaan karomah dari orang yang sudah mati,tetapi mendoakannya karna perilakunya yang baik dan teguh pada agama Allah sewaktu hidupnya, sehingga diharapkan menjadi contoh bagi perilaku diri kita untuk mengikuti jejaknya.
4.Perlu diketahui bahwa ketika seseorang mempunyai hajat tertentu seperti ingin naik pangkat,jabatan,usaha lancar,perjodohan,pabungkem suatu masalah,dll. Kemudian orang tersebut mendatangi suatu makam/tempat keramat tertentu untuk bertawassul bersama kuncennya,sering kali memang diijabah,tetapi dalam hal ini yang berperan adalah khodam dari golongan Jin yang membantunya.Sedangkan Ruh asli orang yang mati tersebut dalam keadaan sedih,menangis,mengapa tempat pemakamannya dijadikan ajang kemusyrikan.
Percaya atau tidak silahkan buktikan sendiri?
0 komentar:
Posting Komentar
"Silahkan berkomentar yang baik, dan lebih mendekati pada kebenaran"