Pengertian Tauhid
TAUHID adalah Tata Urusan Hati Insan Didunia agar menjadi menjadi hidup,karna setiap insan hanya memiliki satu hati dan DIA tidak melihat bentuk dan rupa tetapi HATI yang ada didalam dada, maka didalam hati disebut juga sebagai BAITUL MUHARRAM,yaitu diharamkan untuk mempersekutukan Sang Maha Pencipta dengan cara Mengesakan Allah SWT, yang bersifat dengan segala sifat kesempurnaan, kesucian, kebesaran dan keadilan,dll
Macam-Macam Tauhid
1. Tauhid rububiyah
Tauhid rubbubiyah adalah mentauhidkan Allah dalam segala af'al-Nya, seperti DIA yang telah menciptakan dan mengatur alam semesta, menghidupkan dan mematikan, mendatangkan mudharat dan manfaat, memberi rezeki dan lain sebagainya.
Allah Ta’ala berfirman
Allah Ta’ala berfirman
“Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam” (Q.S. Al-Fatihah : 1)
Dan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Engkau adalah Rabb di langit dan di bumi” (Mutafaqqun ‘Alaih)
2. Tauhid ulluhiyah
Tauhid ulluhiyah adalah mengesakan Allah dalam ibadah sebab hanya kepada DIA tempat bergantung segala sesuatu , seperti berdoa, bernadzar, berkurban, shalat, puasa, zakat, haji dan lain sebagainya.
Allah Ta’ala berfirman
Allah Ta’ala berfirman
“Dan Tuhanmu adalah Tuhan Yang Maha Esa, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang” (Q.S. Al-Baqarah : 163)
Dan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Maka hendaklah apa yang kamu dakwahkan kepada mereka pertama kali adalah syahadat bahwa tiada Tuhan yang berhak diibadahi kecuali Allah” (Mutafaqqun ‘Alaih).
Dalam riwayat Imam Bukhari, “Sampai mereka mentauhidkan Allah”.
Dalam riwayat Imam Bukhari, “Sampai mereka mentauhidkan Allah”.
3. Tauhid Asma’ wa Sifat
Tauhid Asma’ wa Sifat adalah menetapkan nama-nama dan sifat-sifat Allah sesuai dengan apa yang telah disifati oleh Allah untuk diri-Nya di dalam Al-Quran atau yang telah ditetapkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam di dalam As-Sunnah yang shahih tanpa takwil (menyelewengkan makna), tanpa tafwidh (menyerahkan makna), tanpa tamtsil (menyamakan dengan makhluk) dan tanpa ta’thil.
Allah Ta’ala berfirman
“Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat” (Q.S. Asy-Syuura : 11)
Dan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Allah tabaraka wa ta’ala turun ke langit dunia pada setiap malam” (Mutafaqqun ‘Alaih).
Di sini turunnya Allah tidak sama dengan turunnya makhluk-Nya, namun turunnya Allah sesuai dengan kebesaran dan keagungan dzat Allah.
Ahlussunnah hanya mengimani bahwa Allah memang turun ke langit dunia. Tapi tidak membahas hakikat bagaimana Allah turun apalagi menyamakan turunnya Allah dengan turunnya makhluk.
Di sini turunnya Allah tidak sama dengan turunnya makhluk-Nya, namun turunnya Allah sesuai dengan kebesaran dan keagungan dzat Allah.
Ahlussunnah hanya mengimani bahwa Allah memang turun ke langit dunia. Tapi tidak membahas hakikat bagaimana Allah turun apalagi menyamakan turunnya Allah dengan turunnya makhluk.
Pengertian Iman
Iman (bahasa Arab:الإيمان) secara etimologis berarti 'percaya'. Perkataan iman (إيمان) diambil dari kata kerja 'aamana' (أمن) -- yukminu' (يؤمن) yang berarti 'percaya' atau 'membenarkan'.Perkataan iman yang berarti 'membenarkan' itu disebutkan dalam al-Quran, di antaranya dalam Surah At-Taubah ayat 62 yang artinya:
"Dia (Muhammad) itu membenarkan (mempercayai) kepada Allah dan membenarkan kepada para orang yang beriman."
Definisi Iman berdasarkan hadist merupakan keyakinan hati yang diucapkan dan dilakukan merupakan satu kesatuan. Iman memiliki prinsip dasar segala isi hati, ucapan dan perbuatan sama dalam satu wujud keyakinan, maka orang - orang beriman adalah mereka yang di dalam hatinya, disetiap ucapannya dan segala tindakanya sama, maka orang beriman dapat juga disebut dengan orang yang jujur atau orang yang memiliki prinsip atau juga pandangan dan sikap hidup.
Para imam dan ulama telah mendefinisikan istilah iman ini, antara lain, seperti diucapkan oleh Imam Ali bin Abi Talib:
"Iman itu ucapan dengan lidah dan kepercayaan yang benar dengan hati dan perbuatan dengan anggota."
Aisyah r.a. berkata: "Iman kepada Allah itu mengakui dengan lisan dan membenarkan dengan hati dan mengerjakan dengan anggota."
"Iman itu ucapan dengan lidah dan kepercayaan yang benar dengan hati dan perbuatan dengan anggota."
Aisyah r.a. berkata: "Iman kepada Allah itu mengakui dengan lisan dan membenarkan dengan hati dan mengerjakan dengan anggota."
Imam al-Ghazali menguraikan makna iman: "Pengakuan dengan lidah (lisan) membenarkan pengakuan itu dengan hati dan mengamalkannya dengan rukun-rukun (anggota-anggota)."
Keyakinan yang kukuh dengan hati, mengakui dengan lisan dan melaksanakan dengan anggota badan.
Rukun Iman dan Pengertiannya
1.Percaya kepada Allah dan Sifat Allah (sifat wajib 20)
2.Percaya kepada Malaikat Malaikat yang wajib dipercaya secara tafsili
-Jibril Menyampaikan wahyu
-Mikail Membawa rezeki
-Israfil Meniup sangkakala
-'Izrail Mencabut nyawa
-Munkar Menanyai mayat di dalam kubur
-Nakir Menanyai mayat di dalam kubur
-Raqib Mencatat amalan kebajikan
-Atid Mencatat amalan kejahatan
-Malik Menjaga pintu neraka
-Ridwan Menjaga pintu syurga
3.Percaya kepada Kitab Kitab Samawi (Al-Quran,Injil, Zabur,dan Taurat)
Muhammad Bahasa Arab Isa Bahasa Siryani Daud Bahasa Qibti Musa Bahasa Ibrani
4.Percaya kepada RasulNya
1. Adam 2. Idris 3. Nuh 4. Hud 5. Saleh 6. Ibrahim 7. Luth 8. Ishak 9. Ismail 10. Ya'qub
11. Yusuf 12. Ayub 13. Syu'aib 14. Harun 15. Musa 16. Ilyasa' 17. Zulkifli 18. Daud 19. Sulaiman 20. Ilyas 21. Yunus 22. Zakaria 23. Yahya 24. Isa 25. Muhammad S.A.W.
5.Percaya kepada Hari Akhirat
6.Percaya kepada Qadha’ dan Qadar
Qadha` secara bahasa adalah ketetapan hukum
“Dan telah Kami tetapkan terhadap bani Israil dalam kitab itu... “ (Al-Isra`: 4).
Secara istilah qadha’ adalah perkara yang Allah tetapkan pada makhlukNya dalam bentuk penciptaan, peniadaan atau perubahan.
Qadar secara bahasa adalah takdir (ukuran, kadar dan ketentuan).
Secara istilah qadha’ adalah perkara yang Allah tetapkan pada makhlukNya dalam bentuk penciptaan, peniadaan atau perubahan.
Qadar secara bahasa adalah takdir (ukuran, kadar dan ketentuan).
“Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran.” (Al-Qamar: 49).
“Lalu Kami tentukan (bentuknya), maka Kami-lah sebaik-baik yang menentukan.” (Al-Mursalat: 23).
“Lalu Kami tentukan (bentuknya), maka Kami-lah sebaik-baik yang menentukan.” (Al-Mursalat: 23).
Adapun Mubadi ilmu Tauhid itu ada sepuluh perkara:
1. Nama ilmu ini yaitu ilmu Tauhid, ilmu Kalam, ilmu Sifat, ilmu Ussuluddin, ilmu ‘Aqidul Iman
2. Dalilnya yaitu dari Al-Qur’an dan Al-Hadits
3. Kandungannya yaitu mengandung pengetahuan dari hal membahas ketetapan dalam kepercayaan kepada Tuhan dan kepada rasul-rasulNya, dari beberapa ikatan kepercayaan dengan segala dalil-dalil supaya diperoleh I’tikad yang yakin.
4. Tempat bahasannya atau Maudu’nya kepada empat perkara:
a. Pada Zat Allah Ta’ala dari segi sifat-sifat yang wajib padanya, sifat-sifat yang mustahil padaNya dan sifat-sifat yang harus padaNya.
b. Pada zat rasul-rasul dari segi sifat-sifat yang wajib padaNya, sifat-sifat yang mustahil padaNya.
c. Pada segala kejadian dari segi jirim dan jisim dan aradh sekiranya keadaan itu menjadi petunjuk dan dalil bagi wujud yang menjadikan dia
d. Pada segala kepercayaan dengan kenyataan yang didengar daripada pengabaran rasul-rasul Allah seperti hal-hal surga dan neraka dan hari kiamat
5. Faedah ilmu ini yaitu dapat mengenal Tuhan dan percaya akan rasul dan mendapat kebahagian hidup didunia dan hidup di akhirat yang kekal.
6. Nisbah ilmu ini dengan lain-lain ilmu, yaitu ilmu ini ialah ilmu yang terwjud kepada agama dan yang paling utama sekali dalam agama islam.
7. Orang yang menghantarkan ilmu ini atau mengeluarkannya yaitu, yang pertama mereka yang menghantarkan titisan ilmu tauhid dengan mendirikan dalilnya untuk menolak perkataan mereka yang menyalahi ialah dari ulama-ulama yang mashur yaitu Imam Abu Al hasan Al Asy’ari dan Imam Abu Mansur At Maturidi tetapi mereka yang pertama menerima ilmu tauhid dari Allah Ta’ala ialah nabi Adam alaihissalam, dan yang akhir sekali Nabi Muhammad SAW.
8. Hukumnya, yaitu fardhu ‘ain bagi tiap-tiap orang yang mukallaf laki-laki atau perempuan mengetahui sifat-sifat yang wajib, yang mustahil pada Allah Ta’ala dengan jalan Ijmal atau ringkasan begitu juga bagi rasul-rasul Allah dan dengan jalan tafsil atau uraian
9. Kelebihannya yaitu semulia-mulia dan setinggi-tinggi ilmu dari ilmu yang lainnya, karena menurut haditsnya nabi:
Inallahata’ala lam yafrid syai’an afdola minattauhid wasshalati walaukana syai’an afdola mintu laf tarodohu ‘ala malaikatihi minhum raakitu wa minhum sajidu.
artinya, Tuhan tidak memfardukan sesuatu yang terlebih afdhol daripada meng-Esa-kan Tuhan. Jika ada sesuatu terlebih afdhol daripadanya niscaya tetaplah telah difardhukan kepada malaikatnya, padahal setengah dari malaikatnya itu ada yang ruku’ selamanya dan setengah ada yang sujud selamanya dan juga ilmu tauhid ini jadi asal bagi segala ilmu yang lain yang wajib diketahui dan lagi karena mulia , yaitu Zat Tuhan dan rasul dan dari itu maka jadilah maudu’nya semulia-mulia ilmu dalam agama islam.
Inallahata’ala lam yafrid syai’an afdola minattauhid wasshalati walaukana syai’an afdola mintu laf tarodohu ‘ala malaikatihi minhum raakitu wa minhum sajidu.
artinya, Tuhan tidak memfardukan sesuatu yang terlebih afdhol daripada meng-Esa-kan Tuhan. Jika ada sesuatu terlebih afdhol daripadanya niscaya tetaplah telah difardhukan kepada malaikatnya, padahal setengah dari malaikatnya itu ada yang ruku’ selamanya dan setengah ada yang sujud selamanya dan juga ilmu tauhid ini jadi asal bagi segala ilmu yang lain yang wajib diketahui dan lagi karena mulia , yaitu Zat Tuhan dan rasul dan dari itu maka jadilah maudu’nya semulia-mulia ilmu dalam agama islam.
10. Kesudahan ilmu ini yaitu dapat membedakan antara I’tikad dan kepercayaan syah dengan yang batil dan dapat pula membedakan antara yang menjadikan dengan yang dijadikan atau antara yang Qadim dengan yang muhadasNya
Ilmu Tauhid
Adapun pendahuluan ilmu tauhid itu terhimpun atas tiga perkara:
1. Khawas yang lima yaitu, Pendengaran, Penglihatan, Penciuman, Ucapan/lidah dan Rasa
2. Khabar Mutawatir, yaitu khabar yang turun menurun.
Adapun khabar mutawatir itu terbagi dua:
a. Khabar Mutawatir yang datang dari ucapan orang banyak
b. Khabar Mutawatir yang datang dari ucapan rasul-rasul
3. Kandungannya yaitu mengandung pengetahuan dari hal membahas ketetapan kepercayaan kepada Tuhan dan kepada rasul-rasulNya, dari beberapa kesimpulan atau ikatan kepercayaan dengan segala dalil-dalil supaya diperoleh I’tikad yang yakin (kepercayaan yang tidak putus/Jazam sekira-kira menaikkan perasaan/Zauk untuk beramal menurut bagaimana kepercayaan itu.
'Aqal
'Aqal itu satu sifat yang dijadikan Allah s.w.t. pada manusia sehingga dengan itu manusia berbeda dengan hewan. Maka dengannya menerima ilmu Nazhariyyah ( Ilmu yang berkehendak untuk berfikir ) dan boleh mentadbirkan segala pekerjaan dengan fikiran yang halus dan dari tempat lahirnya berbagai manfaat dan kebahagiaan kepada manusia.
Bagian Hukum 'Aqal :
Adapun hukum 'aqal itu terbagi tiga :
1) Wajib 'Aqli yaitu perkara yang tiada diterima 'aqal akan tiadanya, hakikatnya mesti menerima ada.Yang demikian wajib bagi Allah s.w.t. bersifat qidam maka maksudnya ialah mesti ada Allah s.w.t bersifat qidam.
2) Mustahil 'Aqli yaitu perkara yang tidak diterima 'aqal akan adanya , hakikatnya mesti tiada . Yang demikian mustahil Allah s.w.t. bersifat baru maka maksudnya tidak sekali-kali Allah s.w.t. itu bersifat baru.
3) Harus 'Aqli yaitu perkara yang diterima 'aqal adanya dan tiadanya, maka hakikatnya boleh menerima ada dan tiada seperti keadaan seseorang itu adakalanya boleh bergerak atau diam.
Bagian Wajib 'Aqli :
Adapun wajib 'aqli terbagi dua :
1) Wajib 'aqli Dharuri - yaitu menghukumkan sesuatu itu tetap adanya dengan tiada berkehendak kepada bahasan dan kenyataan seperti menghukumkan satu itu tetap sebagian dari dua .
2) Wajib 'aqli Nazhari - yaitu menghukumkan suatu itu tetap adanya dengan berkehendak kepada fikiran dan bahasan serta mendatangkan dalil-dalil atas ketetapan hukumnya itu seperti menghukumkan wajib adanya Allah s.w.t. yang menjadikan alam ini berserta dengan bahasan dan dalil-dalilnya.
Bagian Mustahil 'Aqli :
Adapun Mustahil 'Aqli terbagi dua :
1) Mustahil 'Aqli Dharuri - yaitu menghukumkan sesuatu itu tetap tiada Berkehendak kepada bahasan dan mendirikan dalil seperti contoh menghukumkan tiada diterima ,aqal satu itu sebagian dari tiga.
2) Mustahil 'Aqli Nazhari - yaitu menghukumkan suatu itu tetap tiada dengan berkehendak kepada fikiran dan bahasan serta mendatangkan dalil-dalil atas ketetapan hukumannya itu seperti menghukumkan tiada diterima 'aqal ada yang syirik bagi Allah s.w.t. maka dengan itu 'aqal menghukumkan mustahil ada syirik bagi Allah s.w.t itu melainkan dengan diadakan bahasan dengan mendatangkan dalil.
Bagian Harus 'Aqli :
Harus A'qli itu terbagi dua :
1) Harus 'Aqli Dharuri - yaitu menghukumkan sesuatu boleh terima ada dan tiada dengan tidak berkehendak bahasan dan mendatangkan dalil seperti menghukumkan keadaan seseorang itu adakalanya ia bergerak atau diam .
2) Harus 'Aqli Nazhari - yaitu menghukumkan sesuatu boleh dijadikan atau tiada boleh dengan berkehendak kepada bahasan dan mendatangkan dalil-dalil seperti contoh memberikan ganjaran pahala kepada orang yang tidak beramal , maka 'aqal menghukumkan hal itu adalah harus melainkan dengan diadakan bahasan dan dalil-dalil yang menunjukkan harus pada Allah s.w.t. memberikan seperti itu .
Mumkinun (Alam/sesuatu yang baru)
Adapun yang wajib bagi ‘Alam mengandung empat perkara:
1. Jirim, yaitu barang yang beku bersamaan luar dan dalam seperti, batu, kayu, besi dan tembaga
2. Jisim, yaitu barang yang hidup memakai nyawa tiada bersamaan luar dalam seperti manusia dan binatang
3. Jauhar Farad, barang yang tiada bisa dibagi-bagi seperti asap, abu dan kuman yang halus-halus
4. Jauhar Latief, yaitu Jisim yang halus seperti ruh, malaikat, jin, syaiton dan nur
Wajib bagi Jirim, Jisim, Jauhar Farad dan Jauhar Latief bersifat dengan empat sifat:
1. Tempat, maka wajib baginya memakai tempat seperti kiri atau kanan, atas atau bawah, depan atau belakang
2. Jihad, maka wajib baginya jihad seperti utara atau selatan, barat atau timur, jauh atau dekat
3. Berhimpun atau bercerai
4. Memakai ‘arad, yaitu gerak atau diam, besar atau kecil, panjang atau pendek dan memakai rasa seperti manis atau masam, masam atau tawar dan memakai warna-warna seperti hitam atau putih, merah atau hijau dan memakai bau-bauan seperti harum atau busuk.
Sesungguhnya apabila seseorang itu berfikir dan meneliti kejadian alam ini maka ia dapat petunjuk bahwa Allah s.w.t yang telah menjadikannya.
1. Melihat sesuatu kejadian yang ada disekeliling kita seperti kursi atau meja dan sebagainya maka kita dapati kursi atau meja tersebut tidak mungkin ada dengan sendirinya melainkan ada yang membuatnya dan yang mengadakannya.
Maka dengan itu kita beri’itiqad dan percaya alam ini tidak mungkin ada dengan sendirinya melainkan ada yang menjadikan dan menciptakannya tentulah Allah s.w.t yang Maha Pencipta.
2. Kita meneliti dan mengkaji dengan lebih jauh lagi akan perbuatan-perbuatan orang yang membuat kursi atau meja ada yang berbagai bentuk dan rupa, yang mana mereka senantiasa membuat dan mengukir kursi atau meja tadi dengan lebih baik dan lebih halus lagi ukirannya tetapi tidak pernah lengkap dan sempurna.
Maka itu kelemahan dan kekurangan manusia yang mengikuti kadar dan ilmu serta kekuatan yang dianugerahkan oleh Allah Ta'ala. Maka kita menyadari bahwa Allah Ta’ala adalah Maha Sempurna di dalam menciptakan kejadian alam ini.
3. Kita melihat akan kejadian langit dan bumi ini dan alam cakrawala ini terdiri dari manusia, bulan,bintang, matahari, hewan, tumbuh-tumbuhan,dll... yang mana setiap jenis dijadikan dengan cukup lengkap dan sempurna. Contohnya manusia yang dijadikan adalah sebaik-baik kejadian yaitu: berakal.
Dan apabila kita perhatikan alam cakrawala seperti bumi, langit, bulan,bintang, matahari dan lain-lain yang mana semuanya diciptakan untuk manfaat dan keperluan semua makhluk yang mana semua itu agar manusia memikirkan segala kejadian tersebut yang tiada bandingnya. Maka nyatalah di sini bahwa penciptanya mempunyai kuasa yang Maha Sempurna, Ilmu yang Maha luas dan bersifat dengan segala sifat kesempurnaan yang Maha Suci dari segala sifat kekurangan.
Sesungguhnya dari Kaedah Syar’iyyah dan berita para Nabi bahwa yang menjadikan alam ini ialah Allah s.w.t karena segala perbuatanNya menunjukkan bekas bagi segala sifat yang Maha Suci dan tidaklah makhluk dapat mengetahui hakikatnya karena segala makhluk ciptaanNya senantiasa bersifat lemah dan mempunyai segala kekurangan.
Mengenal Allah S.W.T.
1. Mengenal Allah s.w.t adalah fardhu 'Ain atas tiap-tiap mukallaf dengan mengetahui namaNya dan sifat-sifatNya sesuai dengan syara' yang berlandaskan ajaran para Nabi dan Rasul.
2. Nama-nama Allah s.w.t (Al-Asma ‘ul-Husna) dan sifat-sifat yang Maha Besar dan Maha Tinggi. Nama Allah s.w.t yang lebih masyhur di antara segala nama-namaNya ialah Allah, disebut lafaz Al-Jalalah (Lafaz yang Maha Besar) dan yang lainnya diketahui melalui Al-Quran dan Al-Hadist. Semuanya menjadi sebutan umat Islam contohnya Ar-Rahman, Ar-Rahim, Al-Quddus, As-Salam, Al-Mukmin,dst.....
3. Sifat-sifat yang diketahui oleh mukallaf terbagi dua :
1) Mengetahui sifat-sifat Allah s.w.t dengan Ijmali (Ringkas) yaitu bahwa beritiqad dan berpegang teguh,bahwa seseorang dengan itiqad yang putus (jazam) wajib bagi Allah s.w.t bersifat dengan sifat-sifat kesempurnaan yang layak dengan keadaan ketuhanan dan mustahil atasNya bersifat dengan segala sifat kekurangan.
2) Mengetahui sifat-sifat Allah s.w.t dengan jalan tafsili (satu persatu) yaitu bahwa beritiqad dan berpegang teguh bahwa seseorang dengan itiqad yang putus dengan dalil aqli (dengan akal) dan dalil naqli (dengan Al-Quran dan Hadist) wajib dan beritiqad dengan itiqad yang putus dengan dalil aqli dan naqli. Maka mustahil atas Allah s.w.t bersifat dengan segala kebalikan dari sifat yang wajib tersebut.
4. Mengenal Allah s.w.t wajib melalui tiga perkara :
1) Itiqad yang putus (jazam) yaitu tiada syak, dzan dan waham. Jika itiqadnya salah satu dari tiga tadi maka tidak dinamakan mengenal Allah s.w.t.
2) Muafakat (setuju) itiqad itu dengan yang sebenarnya (bertepatan dengan itiqad Ahli Sunnah Wal-Jamaah), maka tidak dinamakan mengenal jika itiqad tidak seiring dengan yang benar (Ahli Sunnah Wal-Jamaah) seperti itiqad orang Nasrani dan Yahudi.
3) Dengan dalil sekalipun dengan dalil ijmali, jika itiqadnya putus (jazam) serta seiring/selaras dengan Ahli Sunnah Wal-Jamaah tetapi jika tidak dengan dalil maka dinamakan taqlid.
5. Itiqad yang tidak terputus atau tidak selaras dengan Ahli Sunnah Wal-Jamaah, maka para ulama membuat persetujuan bahwa menghukum orang itu kafir. Dan bagi itiqad orang bertaqlid itu timbul perselisihan ulama. Mengikuti qaul yang muktamad orang yang bertaqlid itu tidak dihukumkan kafir jika taqlidnya putus dengan dihukum mukmin yang durhaka (jika ia belajar maka tidak dihukumkan mukmin yang durhaka).
6. Makna taqlid adalah menerima perkataan orang lain dengan tidak mengetahui dalil dan keterangan.
7. Taqlid terbagi dua bagian :
1) Taqlid Jazam (putus)
- Itiqad yang teguh dan tidak akan berubah walaupun orang yang diikuti itu berubah. Maka taqlid ini di sisi Ahli Sunnah Wal-Jamaah syah imannya karena mempunyai itiqad yang jazam (putus).
2) Taqlid yang tidak Jazam (Tidak Putus)
- Menerima perkataan orang lain dengan tidak teguh sekiranya orang yang diikuti seperti guru-gurunya, ibu bapanya atau lainya. Itiqad mereka berubah-ubah mengikuti orang yang diikutinya. Maka taqlid ini dihukumkan tidak syah imannya karena serupa imannya dengan syak,zhan atau waham(tiada putus).
8. Kesimpulannya iman orang yang bertaqlid senantiasa di dalam bahaya atau bimbang dan tergantung kebenarannya atas orang yang diikutinya. Jika benar perjalanan orang yang diikutinya seperti guru-gurunya maka mengikutnya selamat, tetapi jika sebaliknya binasalah mereka.
9. Hendaklah seseorang itu bersungguh-sungguh menuntut Ilmu Tauhid yang sahih supaya terlepas dari syak dan waham dalam iman karena di akhir zaman ini terdapat banyak ahli-ahli bida’ah.
10. Taqlid itu membawa mudharat karena jalan membawa kepada sesat yang amat hina yang tiada layak pada seseorang manusia.
Hukum Adat Thobi'at
Adapun yang wajib bagi hukum adat Thobi’at dilakukan didalam dunia ini saja, seperti makan, apabila makan maka wajib kenyang sekedar yang dimakan begitu juga api apabila bersentuh dengan kayu yang kering maka wajib terbakar, dan pada benda yang tajam yang apabila dipotongkan maka wajib putus/terbelah.
Dan begitu juga pada air apabila diminum maka wajib hilang dahaga sekedar yang diminum. Adapun yang mustahil pada adat Thobi’at itu tiada sekali-kali seperti makan tiada kenyang, minum tiada hilang dahaga, dipotong dengan benda yang tajam tiada putus/terbelah dan dimasukkan didalam api tiada terbakar. Akan tetapi yang mustahil pada adat itu sudah berlaku pada nabi Ibrahim as di dalam api tiada terbakar dan pada nabi Isma’il as dipotong dengan pisau yang tajam tiada putus dan terluka .
Adapun yang mustahil pada adat itu jika berlaku pada rasul-rasul dinamakan Mu’jizat, jika berlaku pada nabi-nabi dinamakan Irhas, jika pada wali-wali dinamakan Karamah, dan jika pada orang yang ta’at dinamakan Ma’unah dan jika berlaku pada orang kafir atau orang fasik yaitu ada empat macam:
1.dinamakan Istidraj pada Johirnya bagus dan hakikatnya menyalahi
2.dinamakan Kahanah yaitu pada tukang teluh
3.dinamakan Sa’uzah yaitu pada tukang sulap mata
4.dinamakan Sihir yaitu pada tukang sihir
SIFAT 20
Sifat-sifat Allah adalah sifat sempurna yang yang tidak terhingga bagi Allah. Sifat-sifat Allah wajib bagi setiap muslim mempercayai bahwa terdapat beberapa sifat kesempurnaan yang tidak terhingga bagi Allah. Maka, wajib juga dipercayai akan sifat Allah yang dua puluh dan perlu diketahui juga sifat yang mustahil bagi Allah. Sifat yang mustahil bagi Allah merupakan lawan kepada sifat wajib.
Sifat wajib terbagi empat bagian yaitu nafsiah, salbiah, ma'ani atau ma'nawiah.
|
Sifat kesempurnaan
Dua puluh yang tertera di atas yang wajib bagi Allah terkandung di dalam dua sifat kesempurnaan. Sifat tersebut adalah:1.Istigna' ( ﺇﺳﺘﻐﻨﺎﺀ )
Maksudnya, Allah tidak menghendaki yang lain menjadikan-Nya dan tidak berkehendak tempat berdiri bagi zat-Nya.
Contohnya, Allah tidak memerlukan dan tidak menghendaki malaikat untuk menciptakan Arasy.
Contohnya, Allah tidak memerlukan dan tidak menghendaki malaikat untuk menciptakan Arasy.
Maka, Maha suci Allah dari sekalian perbuatan dan hukum-hukumnya dan tidak wajib bagi-Nya membuat sesuatu datau meninggalkan sesuatu.
Sifatnya: wujud, qidam, baqa', mukhalafatuhu lilhawadith, qiamuhu binafsih, sama', basar, kalam, kaunuhu sami'an, kaunuhu basiran, kaunuhu mutakalliman.
2.Iftiqar ( ﺇﻓﺘﻘﺎﺭ )
Makhluk berkehendak kepada Allah untuk menjadikan dan menentukan mereka dengan perkara yang harus.
Contohnya, manusia memohon kepada Allah melancarkan hidupnya.
Contohnya, manusia memohon kepada Allah melancarkan hidupnya.
Sifatnya: wahdaniat, qudrat, iradat, ilmu, hayat, kaunuhu qadiran, kaunuhu muridan, kaunuhu hayyan.
0 komentar:
Posting Komentar
"Silahkan berkomentar yang baik, dan lebih mendekati pada kebenaran"